Oleh ; Prof. DR. M Mas'ud Said, MM |
Sepuluh tahun belakangan ini, setelah Indonesia melaksanakan sistem pemerintahan yang desentralistis, Bank Dunia menganggap Indonesia sebagai negara di Asia yang sukses mengubah situasi dari sangat sentralistis menjadi negara sangat desentralistis. Bahkan, paling desentralistis (from the most centralized country to the most decentralized country) dengan menyerahkan sebagian besar kewenangannya kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Dasar 1945 meletakkan pelaksanaan otonomi daerah pada posisi keharusan (a must system) dengan menghormati kekhasan setiap daerah di Nusantara. Menurut para pendiri bangsa, para founding fathers kita, heterogenitas daerah sebagai sebuah keniscayaan. Pembangunan adalah jantung pembangunan nasional. Teorinya berbunyi, pembangunan nasional tidak akan sukses tanpa pembangunan daerah yang baik.
Dengan sistem otonomi daerah yang benar, pemerintah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota didorong untuk membangun dan mengembangkan diri sendiri dengan upaya yang lebih leluasa berdasar situasi daerahnya. Misalnya, untuk meningkatkan aksesibilitas kesehatan bagi masyarakat dan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota didorong untuk membangun rumah sakit sendiri dengan menggunakan APBD atau APBN. Daerah leluasa menentukan program kesehatan masyarakat dan melakukan inovasi di daerahnya.
Demikian juga, otonomi daerah mendorong pembangunan daerah terpencil, terluar, dan terbelakang. Pemerintah daerah memiliki tugas dan wewenang yang cukup untuk melakukan percepatan dan perluasan daerah terpencil, terluar, dan terdepan sesuai dengan local wisdom-nya.
*******
Otonomi daerah kita dianggap sangat baik untuk menyinkronkan dan memperkuat hubungan antara pusat dan daerah, hubungan provinsi dengan provinsi yang lain serta kota dan kabupaten di seluruh wilayah negara. Sebagaimana diatur dalam sistem pemerintahan kita, yakni Undang-Undang Pemerintahan Daerah 32/2004, mendorong adanya kerja sama antardaerah dan pemanfaatan kawasan khusus di berbagai daerah untuk kepentingan nasional dan kepentingan masyarakat di daerah.
Pada tahun-tahun yang akan datang, rezim otonomi daerah kita bakal berkembang dan berubah. Sekarang terjadi pergeseran pemikiran tentang otonomi di Indonesia. Sebagaimana pengamat dan akademisi luar negeri sering menyimpulkan akan perlunya memberikan apresiasi bagi kondisi negara kepulauan yang sangat bineka ini.
Karena itu, muncul desentralisasi asimetris. Desentralisasi asimetris agak berbeda dengan desentralisasi umum. Dalam paradigma asimetris, perspektif pembangunan, kebudayaan, dan kekhususan kewilayahan dijadikan pertimbangan khusus dan utama. Dengan desentralisasi asimetris, daerah-daerah terluar, terdepan, dan terpencil bisa dijangkau oleh pembangunan.
Teorinya, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada daerah untuk menggalang potensi alamiah dan sumber daya lainnya, akan terdapat keleluasaan bagi mereka meningkatkan dan mempertinggi kesejahteraan rakyat. Walau evaluasi berbagai pihak menunjukkan masih banyak masalah yang belum teratasi secara keseluruhan, walau masih banyak masalah di daerah yang mengiringi proses pembangunan, sistem otonomi daerah dianggap sangat cocok dengan karakteristik geografis, sosio-politis dan manajemen pemerintahan. Dengan demikian, ia disebut sebagai a point of no return dan masih perlu terus menjadi concern Indonesia hingga 2025. Diperkirakan pada saat itulah pelaksanaan yang mendekati ideal akan bisa dicapai.
Salah satu hal penting untuk memastikan pembangunan daerah dan otonomi daerah ialah perhatian kepala negara dan presiden sebagai kepala pemerintahan.
Hanya dengan perhatian kepala negara dan kepala pemerintahan, masa depan otonomi daerah dan pembangunan daerah kita akan tetap terjaga. Dengan concern kepala pemerintahan, pembangunan daerah akan tetap terjaga demi kesejahteraan masyarakat.
Semoga presiden yang akan terpilih dalam pemilu 9 Juli 2014 adalah sosok yang memperhatikan perlunya pelaksanaan otonomi daerah dan pembangunan daerah secara nyata. Indonesia membutuhkan presiden yang memperhatikan ketimpangan antardaerah, yang menghitung dengan seksama betapa daerah-daerah terpencil, wilayah terluar, dan perbatasan memerlukan perhatian.
Sungguh kita membutuhkan keberlanjutan pembangunan daerah di luar Jawa dan daerah-daerah wilayah timur pada umumnya agar mereka bisa mengejar ketertinggalan dari saudara-saudara mereka di Jawa dan perkotaan pada umumnya. Jadi, kita membutuhkan sosok presiden yang menjiwai sifat pedesaan agar dapat menyelami jiwa asasi pembangunan daerah dan otonomi daerah.
0 Komentar